Senin, 26 Januari 2009

Beautiful Batam


Batam....
Sebuah pulau dan sebuah kota yang sangat dinamis di ujung semenanjung Malaysia. Berbatasan langsung dengan Negara termakmur di Asia "Singapore, juga dengan Kota Johor (Malaysia). Beruntunglah Indonesia punya pulau yang letaknya se strategis ini.

Dahulu, Batam bukanlah apa apa, bahkan namanyapun hampir tidak pernah disebut sebut dalam peta Indonesia, kecuali Pulau Bintan (Kota Tanjung Pinang) yang terletak di sebelahnya. Bintan memang pusat perhatian sejak zaman pra kemerdekaan dulu, karena dari sinilah dimulai sejarah pergolakan penjajahan eropah di semenanjung Malaysia, konflik kerajaan Melayu Malaka, Johor, Temasek(singapore) dan Bentan (Bintan). Dari Bintan pula bersumber bahasa persatuan kita "Bahasa Indonesia" yang terkenal dengan petuah bijak "Gurindam 12" yang diciptakan oleh Raja Ali Haji (Pahlawan Nasional Bapak Bahasa Indonesia).

Sedangkan Batam, dahulunya hanya sebuah pulau terasing yang hanya dihuni sekelompok kecil penduduk asli, yang daratannya masih dipenuhi oleh hutan belantara, dan hutan bakau yang lebat.

Batam adalah salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam diambil. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Traktat London (1824).

Penduduk asli Pulau Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini telah menempati wilayah Pulau Batam sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang menjadi Singapura) di penghujung abad ke-13. Dari catatan lain ditemukan kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh Orang Laut sejak tahun 231 M yang di zaman Tumasik disebut Pulau Ujung.

Pada masa jaya Kerajaan Malaka, Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang menjadi Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pertengahan abad ke-18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau sampai berakhirnya kerajaan Melayu Riau pada tahun 1911. Pada abad ke-18 Lord Minto dan Raffless dari Inggris melakukan barter dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura diserahkan kepada pemerintah Belanda. Di abad ke-19, persaingan antara Inggris dan Belanda amat tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat Malaka. Bandar Singapura yang maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lain yang melalui jalur itu. Akibatnya banyak pedagang menyusup ke Singapura secara sembunyi-sembunyi. Pulau Batam yang dekat dengan Singapura sering dimanfaatkan untuk berlindung dari gangguan patroli Belanda.

Sejak dua puluh tahun silam, pulau kecil Batam yang terletak di sebelah utara Kepulauan Riau, telah berkembang dengan sangat pesat di luar imajinasi orang. Sampai tahun 1970an bahkan sangat sedikit orang yang mengetahui keberadaannya.
Kebangkitan perkembangan ekonomi pulau tersebut dimulai sejak penggunaannya sebagai basis logistik dan penunjang eksplorasi sumber daya minyak dan gas oleh Pertamina, pada akhir tahun 1960an.Lokasi Batam yang strategis terletak pada jalur perdagangan internasional, menjanjikan masa depan yang cerah. Pulau Batam juga memiliki keunggulan karena terletak pada pusat Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT). Sejak tahun 1978, dengan menurunnya industri perminyakan, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengembangkan Pulau Batam sepenuhnya untuk mendapatkan potensi ekonomi sebesar-besarnya.
Di bawah kepemimpinan Prof. DR. Ing BJ Habibie, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, seluruh bagian Pulau Batam dinyatakan sebagai kawasan berikat, sehingga lebih memantapkan lagi kedudukannya sebagai daerah industri yang luas bertujuan ekspor.

Inilah Batam di abad 21 ini...

Perkembangannya sangat luar biasa, bahkan sampai ada yang mengatakan, bila 1 bulan saja kita meninggalkan Batam, dijamin nyasar saat kita kembali lagi. Memang, daya tarik Batam sangat luar biasa. Dahulu di tahun 90- an, batam dikenal sebagai pulau Dollar, mengingat betapa mudahnya orang orang dari seluruh penjuru negeri memperoleh pekerjaan yang layak. Barang elektronik begitu murah, mobil merk apapun bisa didapat. Fashion model terbaru pasti ada.

Sampai kepada tahun 2000 an, Batam tak lagi seindah yang diceritakan orang. Pekerjaan semakin sulit di dapat, banyak investor yang gulung tikar, kawasan industri semakin sepi. Sejak penerapan pajak (Bea barang Masuk), semua kemudahan memperoleh barang elektronik, mobil, pakaian, minuman beralkohol semakin ditiadakan.

Saat ini, semangat Free Trade Zone mulai diterapkan dengan ditetapkannya kawasan BBK (Batam, Bintan, Karimun) sebagai daerah Free Trade Zone. Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai harus datang berulang kali ke Batam untuk mensukseskan ini.

Sekarang, Batam menggeliat lagi, menjadi corong pertumbuhan ekonomi di negara ini. Investor mulai banyak berdatangan menyambut hangat FTZ ini, tak tanggung tanggung hampir 200 trilliun di investasikan di kawasan ini. Salah satu yang bisa dilihat adalah Mega wisata Ocarina yang terletak di dalam kawasan perumahan prestisius "Coastarina" Batam Centre. Proyek ini dikembangkan oleh Arsikon Group, salah satu pengembang terkemuka di Pulau Batam, yang juga sekaligus kompetitor perusahaan tempat saya bekerja "Cipta Group Developer Property".
Saya pribadi sangat mengapresiasi sepak terjang Arsikon Group ini. Mudah mudahan akan semakin banyak investor property yang mau dan mampu menciptakan Batam, sebagai kota termodern di Indonesia.
Pesan saya....
Ayo kunjungi Batam, Bila Anda Tabah Anda Menang.


Batam Island, 26 Januari 2009
Juli Abet Simbolon

Rabu, 21 Januari 2009

Ragam Umpasa (Pantun petuah) Simalungun

Di sini saya tuliskan berbagai macam Umpasa dalam bahasa Simalungun, yang saya kutip dari buku "Adat ni Simalungun" oleh Partuha Maujana Simalungun 2002. Mudah mudahan bermanfaat bagi kita / masyarakat pencinta budaya dan bahasa Simalungun.

1. Wujud Berkat / Pasu pasu, saat memberikan persembahan makanan kepada saudara / tamu.
Riang - riang bulung motung
Rap-rap bulung hoppawa
Hinariah hinabosur
Asal rup hita tartawa


Habang ma ampul ampul
Hu atasni tarbangun
On ma indahan apul apul
Sai ulang be malungun

Bagod na madungdung
Pilo pilo na jagar
Salosei ma nalungun
Roh ma na jagar

Boras ni par sinaman
Isuhat bani tapogan
Horas ma nasiam namangan
Horas homa na nidapotan

2. Umpasa ase Marhasadaon / Marsihaholongan (Agar saling mengasihi)
Hodongni birah do
Rokkat ni bagod
Dosni uhur do
Sibahen na saud

Nisuan sanggei sanggei
I buttuni luhutan
Nasiam ma gabei
Anggo marsipaihut ihutan

Sin Raya sini Purba
Sin Dolog sini Panei
Manlangkah pe lang mahua
Asalma marholong ni atei

Ipongkah buluh balangkei
Sigeini bagod puli
Pinungkahni oppungta na parlobei
Ihutkononni na parpudi

3. Umpasa secara Umum
Boras san supak
Boras san nangging
Horas ma nasiam na mulak
Horas homa hanami na tading

Timbahouni si morbou
Ulung magou san rihat
Age lingod panonggor
Ulang magou pardingat

Talun ni Purba saribu
Tubuhan hare hare
Hata podah hata pasu pasu
Sai ulang muba sai ulang mosei

Asarni poldong poldong
I buntu ni tapian
Mamasu masu ma hanami tondong
Sai roh ma parsaulian

Asarni hati nong nong
I buntu ni tapian
Anggo mamasu masuma tondong
Lambin tambahma pansarian

Andor hadungka
Togu toguni lombu
Sai sayur matua
Ronsi patogu togu pahompu


Batam, 21 Januari 2009
Juli Abet Simbolon

Senin, 12 Januari 2009

Oleh oleh Pulkam (pulang kampung)


Tak hanya di Batam, di semua tempat di Republik ini sekarang lagi meriah dengan persiapan Pemilu yang akan dilaksanakan bulan April 2009 ini.
Baru saja saya dan keluarga pulang ke kampung halaman di Sidamanik dalam rangka merayakan Natal dan Tahun Baru bersama orang tua tercinta. Saya menghabiskan jatah cuti saya selama 12 hari di kampung halaman dengan "raun raun" ke tempat yang saya sudah rencanakan jauh jauh hari. Tidak ketinggalan mengunjungi Ibukota Kabupaten Simalungun yang baru: "Raya" yang jaraknya kira kira 40 km dari Pematang Siantar.
Saya juga pergi ke Pangururan ibukota kabupaten Samosir, ke Kabanjahe ibukota kabupaten Karo, dan yang pasti berkunjung juga ke kota Medan. Puas dan melelahkan.
Selama perjalanan liburan ini, hanya satu saja yang menjadi ganjalan di pikiran saya, yaitu banyaknya umbul umbul, spanduk, baliho para calon legislatif (caleg) sepanjang kiri kanan jalan, yang selain semrawut penempatannya, juga menjadi hiburan tersendiri buat saya dan keluarga. Kenapa jadi hiburan? Kadang saya dan keluarga sering tertawa bila melihat gambar para caleg yang terpampang di Baliho ataupun spanduk yang mereka pajang. Berbagai macam bentuk ekspresi wajah para caleg ini yang banyak mengundang joke segar sepanjang perjalanan. Ada yang tersenyum dengan sumringah lengkap dengan pakaian adat, ada juga yang ekspresinya tegang, terkesan garang, bahkan ada juga yang berekspresi seperti menangis.
Yang saya tidak bisa lupa adalah saat Bapak saya mengomentari Foto caleg perempuan dari Partai gurem (saya lupa nama partainya), tiba tiba bapak saya bilang :" bah, songon namuruk do huida fotoni itoan on". Refleks kami menoleh gambar yang terpampang secara jelas di kiri jalan, memang ekspresi caleg perempuan ini sangat kaku ( bisa dibilang sangar). Menurut Bapak saya, mungkin caleg perempuan ini sedang memikirkan modal kampanyenya saat hendak difoto. Kemungkinan si caleg sudah pontang panting cari pinjaman modal, bahkan rumahpun sudah tergadai demi mulusnya pencalonan. Makjang...!
Memang luar biasa ambisi dan minat masyarakat Sumatera Utara sekarang untuk terjun ke dunia politik ini. Sangkin berminatnya, menurut para anggota parlemen Pakter Tuak di Sidamanik, banyak para caleg ini yang tiba tiba muncul menjadi politikus dadakan. Ada mantan kernet (kondektur) bus, pedagang pakaian rojer (rombengan jerman), parmitu (anggota kedai tuak), pendeta, preman kampung, raja parhata adat, tengkulak, bahkan janda kembang dan banyak lagi. Di satu sisi, saya pribadi menyambut gembira kenyataan ini. Berarti kesadaran warga kampung saya akan hak politiknya sudah cukup bagus. Di lain sisi saya juga sebenarnya prihatin. Bagaimana mungkin orang orang yang berani maju menjadi caleg ini bisa menjadi wakil rakyat. Memang untuk sekedar mematuhi kuota caleg, banyak partai yang asal comot saja terhadap calegnya tanpa memandang dan menilai kualitas si caleg. Yang membuat hati saya semakin miris, banyak diantara caleg ini sebenarnya hanya memiliki modal materi yang pas pasan tetapi berani maju dengan menjual ataupun menggadaikan hartanya. Bukankah ongkos politik itu mahal? Kalau harta yang dia cari untuk dijual masih wajar, nah kalau harta warisan yang dijual? Alamat jadi anak durhaka.
Menurut bapak saya, tidak heran nanti bila Pemilu sudah usai maka akan banyak orang simalungun yang berangkat berobat ke Penang Malaysia untuk berobat karena terserang stroke atau jantung. Kalau ternyata mereka tidak terpilih atau kalah saat Pemilu, bisa jadi banyak dari antara mereka yang akan jadi pesakitan karena memikirkan kerugian. Sudah ngutang, jual harta habis habisan tak menang pulak, jantungpun bisa berhenti mendadak. Sekarang memang lagi trend bagi orang Simalungun untuk pergi berobat ke Penang. Sayapun sebenarnya kurang tahu persis alasannya kenapa harus ke Penang. Apakah memang karena standart pelayanan medis yang kurang memadai di Indonesia, atau memang karena kemampuan ekonomi mereka sudah mantap, atau karena memang sekalian mau raun raun juga.
Selama di kampung halaman saya juga menyempatkan diri melihat pusat pemerintahan kabupaten Simalungun di Pematang Raya. Memang sarana perkantoran yang dibangun cukup megah dan bisa dibanggakan. Tetapi dibalik itu semua, saya juga melihat ketidakberesan dan ketidaksiapan warga dan pemerintah kabupaten Simalungun dalam membangun daerahnya. Jalan raya yang menghubungkan kota Pematang Siantar ke Raya hanya mulus separuh tempuh saja, berhenti sampai Panei tongah. Mungkin ini karena kemarin Presiden SBY berkunjung ke Panei tongah untuk Panen Raya. Jadi paling tidak SBY tidak akan merasakan betapa keritingnya jalan yang harus dia lalui. Dalam artian, pak Bupati Simalungun T.Zulkarnain Damanik, ABS saja (asal bapak senang).
Mulai dari Panei Tongah sampai ke Raya dan Tigarunggu, jalan rayanya hancur. Tidak mencerminkan bahwa disanalah letak ibukota Kabupaten Simalungun. Masyarakatnyapun terkesan tidak siap menerima perubahan ini. Kebetulan adik saya berkantor di sana, dan menurut adik saya, displin pegawai semakin berkurang karena hampir 80 % terlambat masuk kantor. Dari jalan raya, lokasi kantor seluruh dinas jawatan masih harus ditempuh sekitar 2 km. Sebenarnya ada akses pintas, tetapi penduduk lokal melarang para pegawai untuk melewatinya, supaya para abang ojek (RBT) dan abang Becak bisa dapat penumpang dengan tarif yang tak bisa kompromi.
Di Samosir dan Tanah Karo pun hampir tidak ada perubahan. Sia sia rasanya otonomi daerah ini bila hanya menjadi ajang untuk melahirkan raja raja kecil yang baru. Jalan raya sungguh sangat memprihatinkan. Mulai dari Tongging sampai Tigapanah Karo, jalanan juga keriting. Dari Merek sampai Sumbul Dairi, hancur. Yang mulus hanya dari Tomok Samosir sampai Pangururan. Jalanan yang ada di atas pulau Samosir (kampung oppung saya) nyaris seperti sungai kering. Sebenarnya kalau pemerintah mau, jalan yang jelek ini bisa dijadikan ajang off road. Selain menjadi agenda wisata, effectnya kepada masyarakat pasti terasa. he he he.
Itulah sedikit cerita perjalanan saya pulang kampung ke Bona ni Pinasa, masih banyak lagi sebenarnya yang perlu diceritakan, tetapi tunggulah pasti akan saya tuliskan lagi.

Batam, 14 Januari 2009
Juli Abet Simbolon