Seperti mesin waktu....terbayang betapa gelisahnya aku waktu kecil dulu menanti tanggal keramat ini. Gelisah menanti makanan apa yang akan diberikan Mamak untukku. Tidak ada kado Ultah, ataupun pesta yang meriah. Hanya sebutir telur, dan sekali sekali kalau mamak punya uang, beliau akan membeli seekor ayam yang masih muda untuk dipanggang dan dipersembahkan untukku. Tetapi kadang Ultah pun bisa tak mendapat apa apa, persoalannya sederhana saja: "mamak lupa atau pura pura lupa".
Semua itu bisa kuterima dengan lapang dada. Mamak selalu berpesan, bahwa hal yang paling penting saat Ultah itu bukan makan makannya tetapi, mensyukuri kesehatan dan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Sebagai seorang anak kecil, biasanya aku pasti mangut mangut mendengar khotbah Mamak, walaupun dalam hati sebenarnya miris, bila membandingkan anak tetangga merayakan Ultah dengan memecahkan balon.
Seumur hidup aku belum pernah merayakan pesta ulang tahun bersama teman temanku, entah bagaimana rasanya akupun tak tahu, membayangkan teman teman antri menyalami kita sambil memberikan kado..mmhh pasti rasanya luar biasa apalagi bila diiringi tepuk tangan riuh rendah, bernyanyi bersama. Pernah juga aku protes ke Mamak, kenapa kog Ultahku tidak pernah dirayakan bersama teman teman, jawaban mamak sungguh mengiris hati: "kita bukan orang kaya yang suka pesta pesta..!! Bah sedihnya hidup ini pikirku saat itu.
Sekarang baru kusadari apalah artinya ultah itu bagi seorang yang sudah dewasa sepertiku. Bertambah umur, berkurang pula waktu untuk kita bisa eksis di dunia ini. Apa yang bisa kita lakukan dalam sisa waktu kita? Bukan pesta, bukan mencari makanan, tetapi menghitung hari untuk melakukan perbuatan yang benar di hadapan Tuhan.
Kenyataan ini membuat aku berpikir dan bertanya, "Adakah waktuku, semua milikku dipersembahkan hanya bagi Tuhan? Adakah aku mau meluangkan waktu untuk mengenal dan berbicara dengan Tuhan? Adakah hari-hariku berkenan di hadapan Tuhan dan mengikuti waktunya Tuhan? Adakah hari-hariku dipenuhi dengan melakukan perintah Tuhan?
Aku tidak boleh menyia-nyiakan waktuku, menjalani kehidupan dalam keputusasaan dan kesia-siaan. Semua kita sedang bergerak cepat menuju kekekalan. Tuhan tahu isi hati kita. Dia tahu motivasi kita dalam pekerjaan atau aktivitas kita saat ini. Sudahkah kita memandang segala sesuatu dan melakukan segala sesuatu melalui lensa kekekalan, perkara-perkara yang tidak kelihatan, investasi surgawi?
Ajar aku Tuhan, untuk menghitung hari-hari, hingga aku beroleh hati yang bijaksana. Ajar kami untuk merendahkan diri di bawah kaki-Mu, menyerahkan seluruh hati kami kepada-Mu. Apa yang kumiliki di dunia ini, akan hilang lenyap. Tetapi apa yang kumiliki di surga akan tinggal tetap. Ajarku Tuhan.
Batam, 04 Juli 2009
Juli Abet Simbolon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar