"Woy pinjam dulu keretamu, aku mau raun raun dulu ke Malioboro". Kalimat itu bagi orang yang tinggal di luar Sumatera Utara atau di pulau Jawa pasti akan sangat membingungkan. Apalagi bila disebutkan dengan intonasi yang agak keras. Sudahlah tata bahasanya berantakan , ditambah lagi dengan istilah istilah yang aneh, dijamin orang yang mendengarnya pasti mengerutkan kening. Itulah yang saya alami saat pertama sekali datang ke Yogyakarta tahun 1995 untuk meneruskan sekolah ke perguruan tinggi. Orang kampung seperti saya yang norak dan tidak pernah keluar dari Sumatera Utara tiba tiba harus berbenturan dengan budaya yang baru, yang benar benar masih asing dan tidak pernah ditemukan di kampung saya di Sidamanik. Memang di kampung saya banyak suku Jawa, bahkan hampir 40 % penduduk di kampung saya adalah orang Jawa. Tetapi orang jawa di kampung saya sudah tidak orisinil. Sukunya saja yang jawa, kalau sifat dan karakter sudah hampir mirip orang Batak, karena itu ada istilah PUJAKESUMA (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Bahasa Indonesia yang dipakai sehari-haripun sudah bahasa Indonesia versi Sidamanik.
Bulan pertama saya di Yogya bisa dikatakan hampir setiap hari saya jadi bahan olok olok teman sekampus. Sebabnya ya itu tadi, bahasa Indonesia versi Sidamanik itu. Teman teman banyak yang bingung setiap saya berkomunikasi dengan mereka. Sudahlah penyampaian kalimatnya seperti orang lagi marah, ditambah lagi banyaknya istilah Sidamanik, kadang saya harus menyiapkan tenaga ekstra untuk menjelaskan maksud kalimat saya. Salah satu istilah yang hampir setiap hari saya sebutkan adalah "kereta" (sepeda motor), maklum Yogya adalah kota sepeda motor. Hampir semua mahasiswa yang asli Yogya memakai sepeda motor ke kampus. Dahulu kendaraan favorit penduduk Yogya adalah Sepeda Onthel. Mungkin karena sudah tidak zamannya lagi atau karena faktor keefektivan lambat laun Sepeda Onthel jadi tinggal kenangan, berganti menjadi Sepeda Motor. Uniknya di Jogja, mahasiswa tidak perlu gengsi mau naik sepeda motor merek apapun, bahkan mau naik sepeda motor keluaran tahun 70 an pun mereka suka. Bahkan dosen saya sampai saya tamat masih setia dengan sepeda motor bebek merk Honda keluaran 77.
Benturan budaya dan bahasa yang saya alami hampir setiap hari terjadi selama 1 tahun pertama saya kuliah di Jogja. Sampai suatu hari saya pernah diingatkan sahabat karib saya namanya "wisnutomo" panggilannya Tomy, kalau nanti pinjam keretanya jangan lupa sekalian kembalikan dengan "relnya". Sejak saat itulah saya tobat tidak akan memakai istilah kereta lagi, malu karena nggak tahu mau parkir dimana. Kereta bagi orang Jogja berarti Sepur atau Kereta Api. Nah kalau kereta api mau parkir di Malioboro kan bisa repot kata sobat saya itu. Ada lagi bahasa Indonesia Sidamanik saya yang sering bikin lawan bicara saya penasaran dan bingung . Orang Sidamanik seperti saya sering mengakhiri kalimat yang agak serius dengan kata "kali". Misalnya hebat "kali" kau, dalam "kali" sungai ini. Saya pun sebenarnya heran dengan kata kata ini. Entah darimana asal muasalnya sehingga orang di kampung saya begitu malas untuk mengucapkan "sekali". Dalam sekali sungai ini, itu kalimat yang lebih tepat, daripada kalimat: dalam kali sungai ini. Orang Jogja pasti bingung bin takjub kog bisa orang kampung seperti saya yang kuliah jauh jauh ke Jogja, mengulang kalimat yang maknanya sama. Bukankah Kali sama artinya dengan Sungai? kata kawan saya. Benar juga. Tetapi mungkin itulah budaya dan kebiasaan yang tidak bisa hilang dari saya, sampai sekarang walaupun saya sudah di tanah Melayu, kata Kali ini selalu saya sebutkan setiap berbincang bincang dengan orang lain. Terserahlah orang mau bilang apa, toh aku sangat bangga dengan bahasa khas kampungku itu.
Pernah juga terlintas dalam pikiran saya untuk merangkum istilah bahasa dari kampung saya untuk saya tawarkan kepada orang yang punya niat untuk menjadikannya kamus bahasa, seperti kamus bahasa gaulnya Debby Sahertian itu. Kalau dijadikan sebuah buku kamus, mungkin manfaatnya akan baik bagi siapa saja orang di luar Sumatera Utara yang berminat dan ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang budaya dan kehidupan sosial "Orang Medan" (istilah orang Jogja untuk mahasiswa dari Sumatera Utara).
Di bawah ini ada sebahagian istilah orang Sidamanik yang bisa saya rangkum, mudah mudahan bermanfaat :
Awak = Aku (bagi orang melayu Riau, awak = kamu)
Anggar = Mentang mentang, Sok pamer
Kali = Sangat (kejam kali = sangat kejam)
Libas = Berantas, pukul
Gimbal = Pukul
Recok = Ribut, Berisik
Kereta = Sepeda Motor
Motor = Mobil
Lereng = Sepeda
Pasar = Jalan Raya
Pajak = Pasar tempat berjualan
Pekan = Pasar
Bisloit = Surat pengangkatan, surat keterangan
Ikan = Lauk (daging juga disebut ikan)
Raun raun = Pesiar, tamasya
Main main = Jam Istirahat sekolah
Roster = Shedule pelajaran sekolah
Tre = Coba (mungkin aslinya Try)
Attrek = Mundur
Pinggir = Menyuruh bis berhenti
Anak muda = Jagoan / aktor utama di film (walaupun aktornya Tua pasti tetap disebut anak mudanya siapa?)
Lorong = gang perumahan, wilayah
Kepala lorong = Ketua Rt/Rw
RBT = Ojek (RBT = Rakyat banting Tulang)
Belebas = Penggaris
Pitolot = Pensil / Pulpen
Gerobak = Truk bak terbuka
Geram = Gemas
Mengkek = Manja
Perli = Menggoda wanita
Berendeng = Tetangga
Teh putih = Air putih.
Teh tong = Air Teh tanpa gula.
Ikan sampah = Ikan asin yang terdiri dari banyak jenis.
Sele sele = Kertas buram
Pusing pusing = Muter muter, sama dengan raun raun.
Senget = Gila
Semalam = Kemarin
Cabut = Bolos Sekolah
Masak = Matang
Sporing = Lari dari rumah
Melalak = Ngerumpi, begadang
Tenggen = Mabuk
Emper = Teras
Burjer = Baju bekas (Burjer = buruk buruk jerman)
Tumbuk = Tinju
Makjang = kalimat seru = wah = aduh
Stan = Gaya
Kolor = Celana dalam
Darting = Darah tinggi, emosi, marah
Mentel = Genit
Hoga hoga = Berhura hura
Itu masih sebahagian saja yang bisa saya tuliskan, sebenarnya masih banyak lagi istilah anak Sidamanik yang bisa menambah kekayaan perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.
Batam, 4 November 2008
Juli Abet Simbolon
Bulan pertama saya di Yogya bisa dikatakan hampir setiap hari saya jadi bahan olok olok teman sekampus. Sebabnya ya itu tadi, bahasa Indonesia versi Sidamanik itu. Teman teman banyak yang bingung setiap saya berkomunikasi dengan mereka. Sudahlah penyampaian kalimatnya seperti orang lagi marah, ditambah lagi banyaknya istilah Sidamanik, kadang saya harus menyiapkan tenaga ekstra untuk menjelaskan maksud kalimat saya. Salah satu istilah yang hampir setiap hari saya sebutkan adalah "kereta" (sepeda motor), maklum Yogya adalah kota sepeda motor. Hampir semua mahasiswa yang asli Yogya memakai sepeda motor ke kampus. Dahulu kendaraan favorit penduduk Yogya adalah Sepeda Onthel. Mungkin karena sudah tidak zamannya lagi atau karena faktor keefektivan lambat laun Sepeda Onthel jadi tinggal kenangan, berganti menjadi Sepeda Motor. Uniknya di Jogja, mahasiswa tidak perlu gengsi mau naik sepeda motor merek apapun, bahkan mau naik sepeda motor keluaran tahun 70 an pun mereka suka. Bahkan dosen saya sampai saya tamat masih setia dengan sepeda motor bebek merk Honda keluaran 77.
Benturan budaya dan bahasa yang saya alami hampir setiap hari terjadi selama 1 tahun pertama saya kuliah di Jogja. Sampai suatu hari saya pernah diingatkan sahabat karib saya namanya "wisnutomo" panggilannya Tomy, kalau nanti pinjam keretanya jangan lupa sekalian kembalikan dengan "relnya". Sejak saat itulah saya tobat tidak akan memakai istilah kereta lagi, malu karena nggak tahu mau parkir dimana. Kereta bagi orang Jogja berarti Sepur atau Kereta Api. Nah kalau kereta api mau parkir di Malioboro kan bisa repot kata sobat saya itu. Ada lagi bahasa Indonesia Sidamanik saya yang sering bikin lawan bicara saya penasaran dan bingung . Orang Sidamanik seperti saya sering mengakhiri kalimat yang agak serius dengan kata "kali". Misalnya hebat "kali" kau, dalam "kali" sungai ini. Saya pun sebenarnya heran dengan kata kata ini. Entah darimana asal muasalnya sehingga orang di kampung saya begitu malas untuk mengucapkan "sekali". Dalam sekali sungai ini, itu kalimat yang lebih tepat, daripada kalimat: dalam kali sungai ini. Orang Jogja pasti bingung bin takjub kog bisa orang kampung seperti saya yang kuliah jauh jauh ke Jogja, mengulang kalimat yang maknanya sama. Bukankah Kali sama artinya dengan Sungai? kata kawan saya. Benar juga. Tetapi mungkin itulah budaya dan kebiasaan yang tidak bisa hilang dari saya, sampai sekarang walaupun saya sudah di tanah Melayu, kata Kali ini selalu saya sebutkan setiap berbincang bincang dengan orang lain. Terserahlah orang mau bilang apa, toh aku sangat bangga dengan bahasa khas kampungku itu.
Pernah juga terlintas dalam pikiran saya untuk merangkum istilah bahasa dari kampung saya untuk saya tawarkan kepada orang yang punya niat untuk menjadikannya kamus bahasa, seperti kamus bahasa gaulnya Debby Sahertian itu. Kalau dijadikan sebuah buku kamus, mungkin manfaatnya akan baik bagi siapa saja orang di luar Sumatera Utara yang berminat dan ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang budaya dan kehidupan sosial "Orang Medan" (istilah orang Jogja untuk mahasiswa dari Sumatera Utara).
Di bawah ini ada sebahagian istilah orang Sidamanik yang bisa saya rangkum, mudah mudahan bermanfaat :
Awak = Aku (bagi orang melayu Riau, awak = kamu)
Anggar = Mentang mentang, Sok pamer
Kali = Sangat (kejam kali = sangat kejam)
Libas = Berantas, pukul
Gimbal = Pukul
Recok = Ribut, Berisik
Kereta = Sepeda Motor
Motor = Mobil
Lereng = Sepeda
Pasar = Jalan Raya
Pajak = Pasar tempat berjualan
Pekan = Pasar
Bisloit = Surat pengangkatan, surat keterangan
Ikan = Lauk (daging juga disebut ikan)
Raun raun = Pesiar, tamasya
Main main = Jam Istirahat sekolah
Roster = Shedule pelajaran sekolah
Tre = Coba (mungkin aslinya Try)
Attrek = Mundur
Pinggir = Menyuruh bis berhenti
Anak muda = Jagoan / aktor utama di film (walaupun aktornya Tua pasti tetap disebut anak mudanya siapa?)
Lorong = gang perumahan, wilayah
Kepala lorong = Ketua Rt/Rw
RBT = Ojek (RBT = Rakyat banting Tulang)
Belebas = Penggaris
Pitolot = Pensil / Pulpen
Gerobak = Truk bak terbuka
Geram = Gemas
Mengkek = Manja
Perli = Menggoda wanita
Berendeng = Tetangga
Teh putih = Air putih.
Teh tong = Air Teh tanpa gula.
Ikan sampah = Ikan asin yang terdiri dari banyak jenis.
Sele sele = Kertas buram
Pusing pusing = Muter muter, sama dengan raun raun.
Senget = Gila
Semalam = Kemarin
Cabut = Bolos Sekolah
Masak = Matang
Sporing = Lari dari rumah
Melalak = Ngerumpi, begadang
Tenggen = Mabuk
Emper = Teras
Burjer = Baju bekas (Burjer = buruk buruk jerman)
Tumbuk = Tinju
Makjang = kalimat seru = wah = aduh
Stan = Gaya
Kolor = Celana dalam
Darting = Darah tinggi, emosi, marah
Mentel = Genit
Hoga hoga = Berhura hura
Itu masih sebahagian saja yang bisa saya tuliskan, sebenarnya masih banyak lagi istilah anak Sidamanik yang bisa menambah kekayaan perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.
Batam, 4 November 2008
Juli Abet Simbolon